Jumat, 05 Juni 2009

SAHAM DALAM NEGERI




Saham INDF (Indofood Sukses Makmur Tbk) lebih murah dari sebungkus indomie goreng

Tidak ada yang salah dengan emiten INDF. Dalam kecenderungan sideways-nya, saham yang satu ini sangat layak koleksi untuk mid term -long term. INDF kalau up trend akan cenderung perlahan namun pasti, mengingat saham jenis defensif.

Namun kalau anda WNI di Kuwait maka akan tahu betul cuma satu produk Indonesia yang merajai semua warung kelontong (bakala) dan mal di Kuwait. Yaitu produk Untuk mie "noddle" dari Indonesia produk Indofood, dan sering iklan juga di TV arab. Saingan pasar mie bersaing dengan mie produksi philipina dan thailland, kalau untuk di Kuwait. Produk lain terutama consumer good tidak akan ada kan ???, produk asli indonesia yah...memang Unilever juga ada namun bukan produk asli bawaan Indonesia.

INDF memang terkenal dengan mie instan,,,,namun apa yang salah dengan sahamnya????.

1 bungkus indomie goreng = Rp. 1.300,-

kalau di Kuwait 1 paket isi 5 bungkus seharga 440 fils = Rp. 17.600,- atau satunya Rp.3.520,-

Apa yang salah dengan fundamental INDF???

Ternyata tidak ada, tunggu aja tanggal mainnya ???

Saham INDF sendiri banyak berlari di Rp. 910 per saham saat ini...yang lebih murah ketimbang 1 bungkus indomie gorengnya...

Jangan Lepas Saham TLKM
Asteria

(inilah.com/ Bayu Suta)

INILAH.COM, Jakarta – PT Telekomunikasi mengalami penurunan laba tahun lalu. Situasi ini memberi sentimen negatif pada pergerakan saham perseroan. Untung, korporasi bergerak cepat sebagai pemimpin pasar. Saham emiten ini pun tetap diminati.

Dalam sepekan terakhir, umpamanya, saham berkode TLKM ini diperdagangkan relatif stabil. Pada perdagangan Jumat (23/1) sesi siang, selembar sahamnya dihargai Rp 6.450. Ini harga yang sama seperti sehari sebelumnya. Tapi, naik Rp 50 dibanding awal pekan ini.

Tim riset Samuel Sekuritas menilai saham TLKM saat ini masih menarik karena merupakan pemain utama di pasar telekomunikasi. Namun, adanya penurunan laba membuat penguatannya agak tertahan. Dengan TLKM ditransaksikan pada price earning (P/E) 2009 sebesar 4 kali dan price book value (PBV) 2009 sebesar 2,8 kali, investor disarankan untuk hold.

“Kami rekomendasikan hold untuk TLKM. Namun investor bisa mulai mengkoleksi untuk jangka panjang,” katanya.

Pihak TLKM memprediksi pada tahun 2008 laba TLKM akan turun 9-12% (yoy) menjadi Rp 11,3 triliun karena kompetisi ketat di pasar seluler. Puncaknya adalah munculnya perang tarif antaroperator. Akibatnya, pendapatan TLKM tahun 2008 hanya akan naik tipis 2-4%.

Adapun capital expenditure (capex) 2009 sebesar Rp 22 triliun dengan Rp 14-15 triliun untuk seluler. “Secara keseluruhan, hasil ini tidak berbeda jauh dengan perkiraan pasar,” katanya.

Perang tarif ini telah menggerus marjin dan kinerja perusahaan pelat merah ini. Buntutnya, pemerintah pun akan rugi karena setoran deviden menurun. Untuk itu, TLKM mendesak pemerintah agar menghentikan izin baru operator telekomunikasi.

Sementara analis Finan Corpindo Nusa, Edwin Sebayang mengatakan, TLKM masih berpotensi menguat, terutama karena basisnya pada pasar dalam negeri. Dengan posisinya sebagai pemimpin pasar, pertumbuhan TLKM pada 2009 diperkirakan mencapai 10%. “Saya rekomendasikan beli dengan target harga Rp 7.530 per lembarnya,” ujarnya.

Beberapa aksi korporasi emiten sektor telekomunikasi ini juga mendukung adanya peningkatan kinerja di masa mendatang. Seperti diketahui, perseroan dikabarkan akan mengakuisisi perusahaan telekomunikasi asal Iran dan juga perusahaan multimedia di Tanah Air.

TLKM pun sedang memperkuat jaringan utama dengan menyiapkan satelit Telkom 4 yang akan mengorbit di slot 150,5 BT. Saat ini perseroan sedang berencana membuat konsorsium dalam pembuatan satelit Telkom 4. Beberapa perusahaan yang sudah dijajaki antara lain PT Indosat, PT Excelcomindo Pratama, dan beberapa perusahaan telekomunikasi lainnya di Indonesia. Pengelolaan satelit Telkom 4 akan diluncurkan setelah peluncuran satelit Telkom 3.

Sedangkan proses tender satelit Telkom 3 yang akan diluncurkan 2011, dimenangkan Retchesnev dari Rusia, dengan penandatanganan kontrak dilakukan pada Februari 2009. Nilai investasi satelit tersebut sekitar US$ 175-200 juta, dengan technical lifetime 15 tahun sejak diluncurkan. TLKM memperkirakan Satelit Telkom 3 memberikan kontribusi US$ 50 juta per tahun pada pendapatan perseroan setelah 2-3 tahun mengudara.

Satelit Telkom 3 ini memiliki 48 transponder dan sejumlah bank menyatakan kesiapannya untuk pembiayaan. Bank-bank tersebut antara lain BNI, Bank Mandiri, dan BRI, dengan nilai pinjaman sebesar US$ 60 juta.

Sementara itu, TLKM juga menggelar dua ring kabel laut yang akan menyambung ke Palapa Ring. Konsorsium Fujitsu-Norddeutsche Seekabelwerke GmbH (NSW) yang memenangkan kontrak senilai lebih dari US$ 115,41 juta (Rp 1,26 triliun), menargetkan realisasi kabel bawah laut tersebut pada Januari-Maret 2010.

Penggelaran kabel bawah laut ini menyediakan bandwidth terpanjang dengan kapasitas terbesar yaitu 320 Gbps. Panjang penggelaran kabel optik tersebut mencapai 1.836 km, terdiri dari Ring 4 sepanjang 1.197,5 km dan Ring 8 sepanjang 326,4 km serta DMCS sejauh 312 km.

Penggelaran itu akan menjadi simpul cadangan untuk memasok bandwitdh unlimited layanan pita lebar (broadband) Telkom bagi pasar korporasi maupun ritel sehingga memberikan kapasitas untuk upgrade fasilitas transmisi yang mendukung layanan Internet, e-commerce, video, data dan suara.

Bursa Efek Indonesia (Masih) Tahan Banting?

Akhirnya datang juga kesempatan dan waktu yang cukup untuk kembali berkutat dengan blog ini. Seminggu terakhir ini rasanya susah mencari waktu yang pas untuk sekedar membaca berbagai analisis apalagi untuk membuat satu artikel. Ada sekeranjang penuh alasan yang menyebabkan blog ini terlantar beberapa hari. Tinggal pilih. Malas? Mungkin begitu adanya apalagi pada saat energy yang tersedia sudah minim dikuras oleh kesibukan sepanjang pagi sampai dengan tengah malam.

Update pertama yang paling seru tentu saja soal indeks bursa kita yang seakan tidak berdaya dan kelihatan semakin lunglai dalam seminggu terakhir. Ada dua artikel terdahulu yang sebaiknya dibaca sebagai referensi dari postingan ini. Pertama adalah "Bursa Efek Indonesia Tahan Banting?" yang ditulis pada akhir January sesaat setelah terjadi kontraksi di seluruh bursa saham dunia. Kedua adalah "Arah Langkah BEI di Q208: Predictable Bust or Soft Landing?" ditulis 9 April yang lalu setelah IMF menerbitkan laporan terbaru mengenai krisis keuangan global 2008. Keduanya memberikan analisis singkat terhadap situasi BEI dengan mengacu pada global factors dan juga local factors.



Grafik diatas memperlihatkan perbandingan gerak indeks Dow, Nikkei, Hang Seng, Strait Times Singapore dan BEI. Disini terlihat bahwa dari awal January 2008 sampai dengan akhir Maret 2008, empat bursa Asia tersebut memiliki response yang sama terhadap gejolak yang terjadi di bursa US bahkan kinerja BEI pada akhir February jauh lebih bagus dibanding ketiga lainnya. Indeks BEI berada pada posisi naik tipis dari dibanding awal January sedang ketiga lainnya turun antara 4% sampai 12%.

Namun demikian, keadaan menjadi terbalik di Q208, pada posisi penutupan Jumat lalu, Nikkei, Hang Seng dan Strait Times berada sekitar 6% sampai 9% dibawah indeks awal January 2008 dan pola gerakan mereka masih tetap seiring seirama dengan pergerakan indeks Dow. Sedangkan indeks BEI melorot sekitar 17% dibanding posisi awal January dan (ini yang terpenting) sejak awal April lalu menunjukkan pola gerakan yang berbeda baik terhadap bursa di US maupun terhadap ketiga bursa di Asia.

Lalu, indikasi apa yang bisa ditarik dari fakta tersebut? Pertama, ada kecenderungan bahwa perilaku pasar di BEI tidak lagi dipengaruhi secara signifikan oleh situasi di pasar global bahkan situasi di tingkat regional atau Asia. Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku pasar di BEI lebih didominasi oleh berbagai local factor. Lalu pertanyaan mengarah kepada local factor yang mana yang membuat BEI semakin melorot di awal Q208?

Apakah suku bunga Bank Indonesia? Tidak juga, suku bunga masih tetap 8% dan masalah issue kenaikan suku bunga juga bukan hal baru di bursa. Apakah kenaikan inflasi yang terus melaju? Tidak juga, inflasi dapat diprediksi cukup akurat dan margin kenaikan inflasi tidak serta merta membuat kinerja bursa melorot drastis. Apakah faktor fundamental dari emiten? Tidak juga, secara fundamental memang akan terjadi penurunan kinerja karena kenaikan berbagai biaya tapi penurunan tersebut wajar terjadi dan bukan momok yang harus ditakuti pada saat perekonomian masih terus tumbuh. Apakah dana asing yang parkir di BEI telah berkurang secara signifikan? Memang terjadi penurunan tetapi tetap dalam batas yang tolerable. Apakah kenaikan harga minyak telah menghantam sendi2 ekonomi kita secara drastis? Tidak juga, jalanan masih macet dimana mana bahkan pada saat malam mulai larut.

Lalu apa? Tidak jelas. Hanya itu yang dapat saya katakan saat ini. Suka atau tidak, kondisi bursa saat ini telah membuat investor di tingkat retail semakin jera untuk menggunakan berbagai fasilitas margin tambahan yang tersedia. Indikasi short selling yang sering terlihat di pembukaan pagi hari di sepanjang Q108 dengan memanfaatkan momentum global, sekarang mulai jarang terlihat. Apakah karena pengawasan dan sanksi di bursa makin ketat? (Khusus yang ini dijawab di dalam hati saja sambil tertawa lebar) Intinya siapa sih yang ingin rugi?

Satu hal yang sekarang mulai terlihat semakin jelas adalah fakta bahwa BEI merupakan inflated market atau bubble market yang terjadi sejak akhir 2006 seperti sering saya kemukakan sebelumnya. Ini pelajaran penting buat kita semua untuk tidak cepat puas atas satu pencapaian dan untuk selalu melihat kembali proses pencapaian tersebut. Pelajaran pula untuk para penguasa di BEI untuk tidak pongah dan sesumbar indeks BEI akan melejit di atas 3000 di 2008. Ada baiknya para penguasa tersebut memberikan penjelasan ke publik bagaimana caranya sampai ke angka tersebut dan kapan akan terjadi dengan melihat kondisi saat ini. Walaupun saya meragukan nyali mereka untuk berbuat hal tersebut.

Dalam perhitungan saya, potensi kenaikan indeks BEI dalam beberapa minggu ke depan maksimum hanya mencapai 2400. Ini dengan catatan bahwa saham berbasis energy kembali menguat, tingkat suku bunga tetap berada di 8 persen, harga minyak kembali turun di bawah USD 110 dan situasi pasar global terus mengalami perbaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar