Jumat, 05 Juni 2009

SUKUK DALAM NEGERI

Perkembangan Sukuk di Indonesia

Saat ini penerbitan sukuk sudah menjadi perbincangan para ekonom Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan sukuk? Pengertian sukuk menurut fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sedangkan [1]Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut organisasi tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat dan menggunakannya sesuai rencana, sama halnya dengan bagian dan kepemilikan atas aset yang tangible, barang, atau jasa, atau modal dari suatu proyek tertentu atau modal dari suatu aktivitas inventasi tertentu. Sedangkan, menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. KEP-130/BL/2006 Tahun 2006 Peraturan No. IX.A.13, sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas: kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, dan kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.Dalam pegaplikasiannya, praktek sukuk berlandaskan pada akad-akad (underlying transaction) yang sesuai dengan prinsip syariah seperti mudarabah (bagi hasil), musyarakah (kerjasama), ijarah (sewa) dan lain-lain. 2Syarat sebuah obligasi disebut syariah adalah sebagai berikut :

  1. Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:
    1. Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh
    2. Musyarakah
    3. Murabahah
    4. Salam
    5. Istishna
    6. Ijarah
  1. Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah, yaitu :
    1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
    2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
    3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman yang haram;
    4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
  1. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudha-rabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal;
  2. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan;
  3. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
  4. Pengawasan aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisi Obligasi Syariah Ijarah dimulai.

Kepemilikan Obligasi Syariah Ijarah dapat dialihkan kepada pihak lain, selama disepakati dalam akad. [1]file:///G:/sukuk%20di%20indonesia1/perkembangan%20sukuk.htm (April 14, 2008; 12.35 WIB) 2 idem Setelah mengetahui definisi dan karakteristiknya, dapat ditemukan perbedaan antara sukuk (obligasi syariah) dengan obligasi konvensional. Sukuk dan obligasi konvensional sangat berbeda karena obligasi konvensional tidak mengharuskan adanya asset yang menjamin sedangkan sukuk harus memiliki asset yang menjaminnya. Perbedaan yang lain dapat kita lihat di tabel di bawah ini. Inovasi baru-baru ini dalam keuangan Islam telah mengubah dinamika industri keuangan Islam terutama dalam area bonds dan sekuritas. Penggunaan sukuk atau sekurtias islam menjadi terkenal dalam beberapa tahun terakhir ini, baik government sukuk maupun corporate sukuk. Sukuk sudah berkembang menjadi salah satu mekanisme yang sangat penting dalam meningkatkan keuangan dalam pasar modal internasional melalui struktur yang dapat diterima secara Islam. Perusahaan multinasional, Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan lembaga keuangan menggunakan sukuk internasional sebagai alternatif pembiayaan sindikasi. Obligasi syariah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu instrumen keuangan yang sangat diminati pasar. Berdasarkan data olahan Departemen Keuangan, pada tahun 2003, sukuk korporasi hanya berjumlah enam buah dengan nilai Rp 740 miliar. Hingga Desember 2006, sukuk korporasi di Indonesia yang telah diterbitkan berjumlah 17 sukuk yang nilainya mencapai Rp 2,2 triliun. Sampai 1 Desember 2007, total Obligasi Syariah & Medium Term Notes (MTN) yang diterbitkan sudah mencapai 32 jenis dengan dana investasi mencapai kurang lebih Rp. 3,23 triliun. Di sisi lain, niat pemerintah untuk menerbitkan instrument Sukuk Negara, masih terganjal dengan belum adanya regulasi yang mengatur ketentuan itu. Padahal, sebagai instrumen berbasis syariah, sukuk jelas memiliki tipikal dan aturan yang berbeda dengan surat utang negara biasa. Misalnya mengenai UU Surat Berharga Syariah Negara yang merupakan instrumen pendorong tumbuhnya perbankan syariah. Hal tersebut merupakan salah satu contoh keterlambatan Indonesia mengapresiasi pesatnya perkembangan keuangan syariah di berbagai belahan dunia. Sebagai akibatnya, posisi Indonesia nyaris tidak diperhitungkan oleh para praktisi keuangan syariah global. Padahal, Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Dan sangat ironis bahwa perhatian para praktisi keuangan syariah baik dari Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat (AS) tersebut justru tertuju pada Singapura, Malaysia, Qatar, Dubai, dan Bahrain. Kondisi ini memang tak lepas dari perkembangan keuangan syariah di Indonesia yang pertumbuhannya berjalan lambat dan belum banyaknya instusi di Indonesia yang memanfaatkan instrumen keuangan syariah, seperti obligasi syariah (sukuk) dalam aktivitas fund raising mereka. Saat ini, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk memenuhi APBN dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dengan para investor terutama para investor asing. Salah satu investor yang tertarik dan siap untuk menanamkan modalnya di Indonesia adalah para investor Timur Tengah. Namun, kendala yang dihadapi adalah ketidaktersediaan undang-undang yang kuat mengenai sukuk untuk menjamin investasi mereka di Indonesia. Hal inilah yang mendasari lahirnya peraturan perundang-undangan mengenai sukuk. Untuk dapat menerbitkan sukuk di Indonesia, MUI melalui Dewan Syariat Nasional (DSN- MUI) sejak tahun 2003 telah berupaya untuk mencarikan bentuk payung hukum yang tepat untuk menerbitkan sukuk tersebut. Mulai dari ide untuk mengamandemen UU no 24/2002 tentang Surat Utang Negara, mengkonversi sebagaian obligasi negara ke obligasi syariah, dilanjutkan dengan usulan perpu yang tidak bertentangan dengan pasar modal sebagaimana usulan Dirjen Perbendaharaan Negara, sampai akhirnya memilih bentuk UU sebagai landasan hukum penerbitan sukuk yang pas. Dipilihnya UU sebagai landasan hukum penerbitan sukuk jelas membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk akhirnya dapat disahkan sebagai UU. Sementara RUU mengenai sukuk ini dibahas di DPR, beberapa korporasi akhirnya memilih untuk menerbitkan sukuknya, walaupun landasan hukumnya belum keluar. Pembahasan RUU sukuk yang terkatung-katung karena tidak kunjung dihasilkan suara bulat mengenai pasal-pasal dalam RUU tersebut akhirnya membuahkan hasil pada 7 April 2008 kemarin, yaitu disahkannya RUU sukuk menjadi UU sukuk. Dengan disahkannya RUU Surat Berharga Syariah Negara menjadi UU SBSN maka diharapkan akan menarik para investor asing, terutama investor Timur Tengah untuk berinvestasi di Indonesia. Selain itu, dengan pengesahan UU SBSN, diharapkan akan mampu mendorong pertumbuhan industri ekonomi syariah termasuk di dalamnya perbankan syariah, terutama dalam mengeluarkan produk-produk sukuk dan derivatifnya yang dapat diserap oleh industri serta membantu pendanaan pemerintah baik untuk membangun infrastruktur maupun menambal APBN.
Sukuk Dalam Negeri Bisa Diterbitkan Hingga Rp 15 Triliun

Jakarta - Pemerintah memperkirakan penerbitan Surah Berharga Syariah Negara (SBSN) atau biasa disebut sukuk dalam negeri domestik diperkirakan bisa mencapai sekitar Rp 15 triliun.

Hal tersebut disampaikan Direktur Kebijakan Pembiayaan Syariah Dahlan Siamat dalam jumpa pers, di Gedung Depkeu, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (19/5/2008).

"Kita telah melakukan intelligence survei, kepada investor domestik, dan permintaannya kurang lebih seperti itu, karena sukuk ini punya kelebihan tersendiri dibandingkan SUN konvensional," ujarnya.

Kelebihan sukuk adalah pertama investor sukuk tidak hanya lembaga keuangan syariah tetapi juga lembaga keuangan atau investor non syariah.

Yang kedua, investor sukuk lebih bervariasi. Bahkan untuk sukuk yang dikeluarkan korporasi komposisi investor non syariah sebanyak 70 persen dan sisanya investor syariah.

"Jadi basis investornya lebih luas, karena ditambah oleh lembaga keuangan syariah," ujarnya.

Sementara itu mengenai pengenaan pajak ganda pada sukuk, Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto menambahkan memang masih ada pengenaan pajak ganda karena dinilai seolah-olah ada perpindahan aset. Namun pihaknya sudah meminta supaya tidak ada pengenaan pajak berganda.

"Tapi saya sudah berbicara dengan Dirjen Pajak, dan ini akan diakomodir dalam RUU PPN supaya tidak ada pengenaan pajak ganda, kalau bisa jangan ada pajak berganda, karena perpindahan aset tidak riil," ujarnya.

"Dan saya sudah berbicara dengan DPR dan DPR menilai tidak perlu ada pengenaan pajak ganda, karena itu dalam amandemen UU PPN yang akan dibahas DPR ini akan diubah," tambahnya.
(ddn/ir)

Perusahaan Penerbit di Indonesia lahir seiring dengan lahirnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, atau lebih dikenal dengan nama UU SBSN, yang secara resmi diundangkan pada tanggal 7 Mei 2008. Sesuai dengan ketentuan UU SBSN, SBSN atau Sukuk Negara diterbitkan dengan tujuan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, termasuk membiayai pembangunan proyek.[1] Penerbitan Sukuk Negara dapat dilaksanakan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit dan penerbitan Sukuk Negara oleh Perusahaan Penerbit dilakukan hanya dalam hal struktur Sukuk Negara memerlukan adanya Special Purpose Vehicle (SPV).[2] Dengan demikian, fungsi utama Perusahaan Penerbit selaku SPV dalam penerbitan Sukuk Negara adalah sebagai fasilitator Pemerintah dalam melakukan transaksi-transaksi yang mendasari penerbitan Sukuk Negara yang bersangkutan.

Suatu hal yang spesifik dari ketentuan UU SBSN tentang fungsi Perusahaan Penerbit adalah bahwa Perusahaan Penerbit dapat juga bertindak selaku Wali Amanat bagi pemegang SBSN dalam hal SBSN atau Sukuk Negara diterbitkan oleh Perusahaan Penerbit.[3] Dengan demikian Perusahaan Penerbit berdasarkan UU SBSN dapat menjalankan dua fungsi sekaligus, yang dalam penerbitan suatu instrumen hutang pada umumnya merupakan dua fungsi yang memiliki kepentingan yang berbeda.

A.Pendirian Perusahaan Penerbit
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 2 UU SBSN, Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan UU SBSN untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN. Perusahaan Penerbit SBSN yang didirikan oleh Pemerintah merupakan badan hukum khusus (Special Purpose Vehicle) yang pembentukannya dilaksanakan dengan suatu Peraturan Pemerintah.[4]
Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 13 ayat (5) UU SBSN, ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4887), yang mengatur mengenai pendirian, organ,permodalan, fungsi, dan pertanggungjawaban PerusahaanPenerbit SBSN.
Perusahaan Penerbit SBSN memiliki status sebagai badan hukum yang dibentuk oleh Pemerintah berdasarkan UU SBSN dalam rangka menjalankan tugas umum pemerintahan di bidang keuangan negara dengan bentuk badan hukum Perusahaan Penerbit SBSN.[5] Dengan demikian, walaupun dibentuk oleh Pemerintah – dalam hal ini Menteri Keuangan – Perusahaan Penerbit SBSN bukan merupakan suatu badan usaha milik negara, sehingga Perusahaan Penerbit SBSN tidak tunduk pada Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara ataupun Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Perusahaan Penerbit SBSN didirikan dengan Peraturan Pemerintah yang sekurang-kurangnya memuat pernyataan pendirian dan anggaran dasar[6], termasuk jumlah kekayaan Negara yang dipisahkan sebagai modal Perusahaan Penerbit SBSN.[7] Perusahaan Penerbit SBSN memperoleh status badan hukum dan dapat memulai kegiatannya sejak tanggal pengundangan Peraturan Pemerintah tentang pendirian Perusahaan Penerbit SBSN.[8]
Jumlah modal Perusahaan Penerbit SBSN ditetapkan paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) dalam bentuk dana tunai yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.[9] Modal Perusahaan Penerbit SBSN wajib ditempatkan atas nama Perusahaan Penerbit SBSN pada rekening bank umum syariah.[10] Kekayaan Perusahaan Penerbit SBSN terdiri dari modal dan imbalan yang diperoleh dari penempatan modal pada bank umum syariah. Perusahaan Penerbit SBSN tidak dapat menggunakan kekayaannya untuk membiayai kegiatan operasional Perusahaan Penerbit SBSN.[11]
Organ Perusahaan Penerbit SBSN terdiri dari dewan direktur yang berjumlah sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota, yang salah satunya ditunjuk sebagai Direktur Utama.[12] Anggota dewan direktur merupakan ex officio pejabat pada Departemen Keuangan yang berasal dari satuan kerja eselon I yang menyelenggarakan pengelolaan SBSN dan pengelolaan kekayaan negara dan penunjukkannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.[13]
Dewan Direktur bertugas dan berwenang untuk menandatangani dokumen penerbitan SBSN, mewakili Perusahaan Penerbit SBSN di dalam dan di luar Pengadilan, dan menunjuk pihak lain untuk membantu fungsi Wali Amanat, dengan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.[14] Pertanggungjawaban Perusahaan Penerbit SBSN kepada Menteri Keuangan meliputi laporan pelaksanaan penerbitan SBSN dan laporan tahunan.[15]
B.Fungsi Perusahaan Penerbit Sebagai Penerbit Sukuk Negara Dan Sebagai Wali Amanat
Pendirian Perusahaan Penerbit dalam rangka penerbitan Sukuk Negara[16] memiliki kekhususan, karena Perusahaan Penerbit yang bersangkutan didirikan hanya untuk suatu tujuan tertentu dan tidak dapat difungsikan sebagai perusahaan penerbit yang akan melakukan penerbitan diluar Sukuk Negara.

Berdasarkan PP No. 56 Tahun 2008, Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia selain sebagai penerbit SBSN juga dapat bertindak sebagai Wali Amanat dari pemegang SBSN.[17] Perusahaan Penerbit SBSN sebagai Wali Amanat mempunyai tugas antara lain sebagai berikut:
a.melakukan perikatan dengan pihak lain untuk kepentingan pemegang SBSN;
b.mengawasi Aset SBSN untuk kepentingan pemegang SBSN; dan
c.mewakili kepentingan lain pemegang SBSN, terkait denganperikatan dalam rangka penerbitan SBSN.[18]
Peran Perusahaan Penerbit sebagai Penerbit yang bertindak sekaligus sebagai Wali Amanat adalah:
1.Membeli Barang Milik Negara (“BMN”) dari pemerintah untuk digunakan sebagai Aset SBSN, menerbitkan SBSN untuk kepentingan Pemerintah, menyewakan Aset SBSN kepada pemerintah, dan.

2. Mengawasi penggunaan proceed penerbitan SBSN oleh Pemerintah.

3.Mengawasi Aset SBSN untuk kepentingan Pemegang SBSN.

4.Memastikan terpenuhinya hak-hak Pemegang SBSN termasuk melakukan pembayaran Imbalan SBSN secara tepat waktu.

5.Menjual Aset SBSN kepada Pemerintah pada saat jatuh tempo dan/atau saat dilakukannya early redemption oleh Pemerintah.
Kewenangan Perusahaan Penerbit selaku SPV hanya terbatas untuk menerbitkan SBSN. Pengaturan tentang segala hal yang berkaitan dengan kebijakan penerbitan SBSN, antara lain: jumlah target indikatif penerbitan, tanggal penerbitan, metode penerbitan, denominasi, struktur Akad, pricing, dan hal-hal lain yang termuat dalam ketentuan dan syarat (terms and conditions) SBSN ditentukan oleh Menteri.

Dengan BMN sebagai dasar penerbitan, Perusahaan Penerbit dapat bertindak dalam beberapa kapasitas, baik sebagai Pembeli, Pemilik maupun Penyewa dari BMN atau Aset SBSN[19] sesuai dengan berbagai struktur penerbitan Sukuk Negara yang akan digunakan (Ijarah, Mudarabah, Musyarakah, Istishna’ akad lain yang n prinsip syariah, atau kombinasi dari dua atau lebih aka-akad yang telah disebutkan sebelumnya)[20].

C.Peranan Perusahaan Penerbit Dalam Transaksi Ijarah Sale & Lease Back

Dalam setiap skema Sukuk Negara, yang akan dipergunakan sebagai obyek pembiayaan adalah Aset SBSN dan/atau BMN (semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah) yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan.

Penggunaan BMN sebagai Aset SBSN tidak dapat mengurangi kewenangan instansi pengguna BMN untuk tetap menggunakan BMN dimaksud sesuai dengan penggunaan awalnya, sehingga tanggung jawab untuk pengelolaan BMN ini tetap melekat pada instansi pengguna BMN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan hal tersebut, peran Perusahaan Penerbit selaku penerbit Sukuk Negara dan fasilitator bagi Pemerintah sangatlah penting.

Sebagai pelaksanaan Pasal 6 UU SBSN juncto Pasal 3 PP No. 56 Tahun 2008, Pemerintah telah mendirikan Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2008 tentang Pendirian Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 118) yang berfungsi sebagai Penerbit SBSN dan Wali Amanat. Pada tahun 2008, Pemerintah – dalam hal ini – Menteri Keuangan, melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara Republik Indonesia (Sukuk Negara) Dalam Mata Uang Rupiah Dengan Imbalan Tetap Seri IFR-0001 dan Seri IFR-0002 dengan menggunakan skema Ijarah Sale & Lease Back dengan BMN sebagai underlying asset.

SBSN dengan Akad Ijarah Sale & Lease Back diterbitkan atas dasar kesepakatan antara Pemerintah dan Perusahaan Penerbit SBSN untuk melakukan jual beli dan penyewaan BMN yang dijadikan Aset SBSN.

Pemerintah sebagai pemilik dan/atau pihak yang menguasai secara sah BMN sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355) juncto Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) melakukan jual beli BMN yang akan dijadikan Aset SBSN, yang jenis, nilai, dan spesifikasinya sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, dengan Perusahaan Penerbit SBSN. Harga Obyek Jual Beli adalah sebesar Nilai Nominal SBSN yang akan diterbitkan oleh Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia yang akan dibayarkan pada tanggal dilakukannya pembayaran dana pembelian SBSN oleh Pemegang SBSN ke dalam Rekening Kas Umum Negara di Bank Indonesia. Pengalihan Obyek Jual Beli dari Pemerintah – Menteri Keuangan – sebagai Penjual kepada Perusahaan Penerbit SBSN sebagai Pembeli terjadi pada saat ditandatanganinya Akad Bai’.

Setelah menguasai BMN yang akan dijadikan Aset SBSN, Perusahaan Penerbit SBSN dalam fungsinya sebagai penerbit SBSN menerbitkan SBSN sebagai bukti atas penyertaan/kepemilikan investor terhadap Aset SBSN. Kemudian, investor melakukan pembayaran terhadap penyertaan Aset SBSN kepada Perusahaan Penerbit SBSN. Hasil pembayaran yang dilakukan oleh investor digunakan sebagai pembayaran Harga Obyek Jual Beli oleh Perusahaan Penerbit SBSN kepada Pemerintah.

Dalam fungsinya sebagai Wali Amanat dari pemegang SBSN, Perusahaan Penerbit SBSN membuat dan menandatangani akad Ijarah dengan Pemerintah dalam rangka mengalihkan manfaat atas Aset SBSN dengan cara menyewakan Aset SBSN kepada Pemerintah untuk digunakan dalam menjalankan kegiatan umum pemerintahan dan memastikan terpenuhinya hak-hak Pemegang SBSN, termasuk hak untuk mendapatkan pembayaran Imbalan SBSN secara tepat waktu dari Pemerintah melalui agen pembayar. Selain itu, dalam rangka menjaga agar obyek Ijarah tetap dapat memberikan manfaat yang optimal, Perusahaan Penerbit SBSN dalam fungsinya sebagai Wali Amanat juga membuat perjanjian pengelolaan Aset SBSN dengan Pemerintah sebagai pihak yang menggunakan Aset SBSN.Perusahaan Penerbit SBSN menyatakan secara sepihak untuk menjual Aset SBSN hanya kepada Pemerintah apabila periode ijarah berakhir atau apabila terjadi pembelian kembali atas SBSN yang diterbitkan oleh Perusahaan Penerbit sebelum periode ijarah berakhir. Penjualan Aset SBSN oleh Perusahaan Penerbit SBSN kepada Pemerintah, sebagaimana digambarkan dalam alur 5, dilakukan dengan nilai sebesar nilai nominal SBSN yang diterbitkan atau sebesar jumlah pembelian kembali oleh Perusahaan Penerbit SBSN.

D.Perbandingan Peran Perusahaan Penerbit Di Negara Lain Terkait Dengan Penerbitan SukukAl-Ijarah

Sukuk Internasional umumnya diterbitkan di Labuan, Bahrain, Dubai dan London dan seluruhnya tunduk pada ketentuan hukum Negara Inggris dan prinsip-prinsip syariah.
Dalam prakteknya, hal-hal yang menjadi tugas dan fungsi Perusahaan Penerbit SBSN sebagaimana disebutkan dalam UU SBSN merupakan hal-hal yang berlaku umum secara internasional. Pada negara-negara tersebut, Perusahaan Penerbit umumnya memiliki fungsi ganda, baik sebagai penerbit maupun sebagai wali amanat
Sebagai contoh, struktur dan mekanisme penerbitan sukuk pada Negara Qatar adalah sebagai berikut:

1.Perusahaan Penerbit, dalam kapasitas selaku agen dan wali amanat bagi pemegang SBSN akan membeli bidang tanah dari Pemerintah Qatar (“Aset”) berdasarkan Purchase Agreement atau Akad Bai’.
Sebelum menandatangani Purchase Agreement tersebut, Perusahaan Penerbit akan membuat dan menandatangani Agency & Trust Deeds.

2.Perusahaan Penerbit, dalam kapasitas selaku penerbit kemudian menerbitkan instrumen sukuk kepada para investor dan hasilnya diserahkan kepada Pemerintah Qatar sebagai pembayaran atas pembelian Aset.

3.Perusahaan Penerbit, dalam kapasitas selaku agen dan wali amanat bagi pemegang SBSN kemudian akan menyewakan Aset kepada Pemerintah Qatar untuk suatu periode tertentu berdasarkan Ijara Agreement atau Akad Ijarah.

4.Pemerintah Qatar secara terpisah akan memberikan kepada Perusahaan Penerbit suatu pernyataan yang tidak dapat ditarik kembali atau A Wa’d untuk membeli Aset dari Perusahaan Penerbit pada saat berakhirnya masa sewa. Umumnya akan ditandatangani Purchase Undertaking Deed.

5.Perusahaan Penerbit secara terpisah akan memberikan kepada Pemerintah Qatar suatu pernyataan yang tidak dapat ditarik kembali atau Wa’d untuk menjual Aset kepada Pemerintah Qatar pada saat berakhirnya masa sewa. Umumnya akan ditandatangani Sale Undertaking Deed.

Berdasarkan UU SBSN, Sukuk Negara dapat diterbitkan dalam denominasi Rupiah maupun mata uang lainnya, pada pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.[21] Penerapan hukum Negara Inggris dalam penerbitan Sukuk Internasional tentunya berpengaruh pada dokumentasi yang diperlukan dalam rangka transaksi penerbitan Sukuk Internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia – dalam hal ini Menteri Keuangan.

[1] Indonesia, Undang-Undang No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, UU No. 19 Tahun 2008, LN Tahun 2008 No.70, TLN No.4852, ps 4.

[2] UU No. 19 Tahun 2008, ps. 6.

[3] UU No. 19 Tahun 2008, ps. 14.

[4] UU No. 19 Tahun 2008, ps. 13 ayat (5)

[5] Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara, LN Tahun 2008 No. 117, TLN No. 4887, ps. 2.

[6] PP No. 56 Tahun 2008. Ps. 4. “Anggaran dasar Perusahaan Penerbit SBSN sekurang-kurangnya memuat: (a) nama dan tempat kedudukan, (b) tujuan pendirian, (c) jumlah modal,(d) jangka waktu berdiri, (e) kegiatan, dan (f) nama jabatan dan jumlah anggota dewan direktur.”

[7] PP No. 56 Tahun 2008, ps. 3 ayat (1) dan (3).

[8] PP No. 56 Tahun 2008, ps. 3 ayat (2).

[9] PP No. 56 Tahun 2008, ps. 16.

[10] PP No. 56 Tahun 2008, ps. 17 ayat (1).

[11] PP No. 56 Tahun 2008, ps.17 ayat (2) dan ps. 18 ayat (1).

[12] PP No. 56 Tahun 2008, ps. 12 ayat (1) dan ps. 13.

[13] PP No. 56 Tahun 2008, ps. 12 ayat (2) dan (3).

[14] PP No. 56 Tahun 2008, ps. 15

[15] Laporan pelaksanaan penerbitan SBSN sekurang-kurangnya memuat tanggal penerbitan SBSN, jumlah nominal SBSN yang diterbitkan, jangka waktu SBSN, struktur Akad SBSN, metode penerbitan SBSN, tingkat imbalan SBSN, dan jenis, jumlah, dan spesifikasi Aset SBSN. Sedangkan Laporan Tahunan Perusahaan Penerbit SBSN sekurang-kurangnya memuat laporan kegiatan Perusahaan Penerbit SBSN, laporan pelaksanaan tugas sebagai wali amanat, dan laporan keuangan. PP No. 56 Tahun 2008, ps. 20.

[16] UU No. 19 Tahun 2008, ps 6 ayat (1). “Penerbitan SBSN dapat dilaksanakan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN”.

[17]PP No. 56 Tahun 2008, ps. 6

[18] UU No. 19 Tahun 2008, ps. 15

[19] UU No. 19 Tahun 2008, ps. 10 ayat (1). “Barang Milik Negara dapat digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN, yang untuk selanjutnya Barang Milik Negara dimaksud disebut sebagai Aset SBSN”.

[20] UU No. 19 Tahun 2008, ps. 3.

[21] UU No. 19 Tahun 2008, ps. 1 butir 1 dan ps. 8 ayat (2).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar